a. Pengertian Pembentukan Karakter
Pembentukan
karakter dapat dimaknai oleh Depdiknas (2011:12) sebagai “usaha yang dilakukan
oleh para personil sekolah, bahkan yang dilakukan bersama-sama dengan orang tua
dan anggota masyarakat, untuk membantu anak-anak dan remaja agar menjadi atau
memiliki sifat peduli, berpendirian, dan bertanggung jawab.” Pendapat ini
menunjukkan bahwa pembentukan karakter adalah berkaitan dengan bawaan, hati,
jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas,sifat, tabiat,
tempramen, watak.
Pendapat
senada dikemukakan oleh Musfiroh, (2008:13) bahwa pembentukan karakter adalah “suatu
sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi
komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan
nilai-nilai tersebut.” Dalam pembentukan karakter di sekolah, semua komponen
(pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen - komponen pendidikan
itu sendiri yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan
atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas
atau kegiatan eksrakurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan
danethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pembentukan
karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam
menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter. Inti pendapat ini bahwa
pembentukan karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes),
perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills).
Sudarajat
(2010:2) menyatakan bahwa “pembentukan karakter memiliki esensi dan makna yang
sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak yang bertujuan untuk membentuk
pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga
negara yang baik.” Kedua
pendapat ini menunjukkan bahwa pengertian karakter mengacu kepada serangkaian sikap.
Berdasarkan
pendapat tersebut, dapat ditegaskan bahwa pembentukan karakter merupakan
upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu
peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan
Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan
yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan
berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Menurut
Depdiknas (2011:12) bahwa membentuk karakter, merupakan ”proses yang
berlangsung seumur hidup. Seorang siswa tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter
jika ia tumbuh pada lingkungan yang berkarakter pula.” Ada tiga pihak yang
mempunyai peran penting, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dalam
pembentukan karakter, ada tiga hal yang berlangsung secara terintegrasi.
Pertama, seorang siswa mengerti baik dan buruk.
Ia mengerti tindakan apa yang harus diambil serta mampu memberikan prioritas
hal-hal yang baik. Kedua, ia mempunyai kecintaan terhadap kebajikan, dan
membenci perbuatan buruk. Kecintaan ini merupakan obor atau semangat untuk
berbuat kebajikan. Misalnya, seorang siswa tidak mau menyontek ketika ulangan
tengah berlangsung. Karena menyontek adalah kebiasaan buruk, ia tidak mau melakukannya.
Ketiga, siswa di dalam lingkungannya mampu melakukan kebajikan dan
terbiasa melakukannya.
Karakter-karakter
yang baik harusnya dapat dipelihara, menurut Depdiknas (2011:17) bahwa hal
pertama yang dapat dilakukan untuk membentuk karakter seorang siswa adalah
dirumah. Ketika usia mereka di bawah tujuh tahun adalah masa terpenting dalam
menanamkan karakter pada anak. Dalam hal ini, orang tua (keluarga) perlu
menanamkan karakter tersebut sehingga pembangunan watak, akhlak atau karakter
bangsa (nation and character building) mulai tumbuh dan dapat berkembang
dalam kesehariannya.
Dalam
membangun karakter seorang siswa, pihak sekolah perlu memperhatikan aturan dan
tata tertib yang berlaku disekolah. Di era globalisasi ini, banyak sekolah yang
sudah jarang sekali menerapkan nilai-nilai luhur Pancasila sehingga hubungan
antara guru dan siswa tidak begitu akrab. Begitu juga dengan banyaknya siswa
yang acuh tak acuh dengan keberadaan guru, tidak menghormati guru, dan
lain-lain. Oleh karena itu, pihak sekolah perlu memperhatikan pembinaan sikap
dan karakter masing-masing siswa dengan cara membina dan meningkatkan
intelektualisme dan profesionalisme. Selain itu, pihak sekolah juga dapat
menerapkan nilai-nilai karakter pada siswa dengan membuat aturan dan tata tertib
yang dapat menumbuhkan karakter-karakter baik, misalnya dengan membuat kantin
kejujuran. Dalam hal ini, sekolah dapat menumbuhkan karakter kejujuran pada
setiap siswa.
Pembentukan
karakter sangat baik diterapkan, terutama bagi seorang siswa. Dengan adanya
pembentukan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan,
seorang siswa akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal
penting dalam mempersiapkan seorang siswa dalam menyongsong masa depan, karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil
menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil
secara akademis. Selain itu, pembentukankarakter adalah kunci keberhasilan
individu. Karakter tersebut diharapkan menjadi kepribadian utuh yang
mencerminkan keselarasan dan keharmonisan dari olah hati (kejujuran dan rasa
tanggung jawab), pikir (kecerdasan), raga (kesehatan dan kebersihan), serta
rasa (kepedulian) dan karsa (keahlian dan kreativitas).
Sebernarnya
pembentukan karakter bertujuan untuk membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif,
berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik,
berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang
berdasarkan takut akan Tuhan. Menurut Depdiknas (2011:3) bahwa fungsi-fungsi pembentukan
karakter, antara lain:
1) Mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik,
dan berperilaku baik.
2) Memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur
3) Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan
dunia.
Pembentukan
karakter di lakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan
pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan
media massa. Kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat dalam pembentukan
karakter menunjukkan adanya penurunan drastis pada perilaku negatif siswa yang dapat
menghambat keberhasilan akademik. Begitu juga halnya yang dikemukakan Sarwono
Sarlito (2006:121) mengkompilasikan tentang pengaruh positif kecerdasan emosi
anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa:
Ada sederet faktor-faktor resiko penyebab
kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor resiko yang disebutkan ternyata bukan
terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri,
kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa
empati, dan kemampuan berkomunikasi.
Pembentukan
karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru yang mampu mempengaruhi
karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini
mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau
menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi dan berbagaihal terkait
lainnya.
Pembentukan
karakter berpijak pada karakter dasar manusia yang bersumber dari nilai moral
universal (sifatnya absolut) yang bersumber pada nilai-nilai agama yang
dianggap sebagai the golden rule. Pembentukan karakter dapat memiliki
tujuan pasti apabila berpijak pada nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut
para ahli psikologi, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah cinta kepada
Allah dan ciptaan-Nya (alam seisinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan
santun, kasih sayang, peduli dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras
dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi,
cinta damai dan cinta persatuan.
b. Prinsip Pendidikan Karakter
Karakter itu tidak dapat dikembangkan
secara cepat dan segera (instant), tetapi harus melewati suatu proses yang
panjang, cermat, dan sistematis. Menurut Character Education Quality Standars
merekomendasikan sebelas prinsip untuk mewujudkan pendidikan karakter yang
efektif, menurut Andayani dan Majid (2012:109) sebagai berikut:
1) Mempromosikan nilai-nilai
dasar etika sebagai basis karakter.
2) Mengidentifikasi karakter
secara komprehensif supaya mencakup pemikiran, perasaan, dan perilaku.
3) Menggunakan pendekatan yang
tajam, proaktif, dan efektif untk membangun karakter.
4) Menciptakan komunitas sekolah
yang memiliki kepedulian.
5) Memberi kesempatan kepada
masyarakat untuk menunjukkan perilaku yang baik.
6) Memiliki cakupan terhadap
kurikulum yang bermakna dan menentang yang menghargai semua siswa, membangun
karakter mereka dan membantu mereka untuk sukses.
7) Memfungsikan seluruh
masyarakat atau individu sebagai komunitas moral yang berbagi tanggungjawab
untuk pendidikan karakter dan setia kepada nilai dasar yang sama.
8) Adanya pembagian kepemimpinan
moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif pendidikan karakter.
9) Memfungsikan keluarga dan
anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun karakter.
10) Mengevaluasi karakter sekolah,
masyarakat, serta perangkat desa karakter, dan manifestasi karakter positif
dalam kehidupan sehari-hari.
Terkait dengan penelitian ini, prinsip pendidikan karakter di SMK PGRI 1 Taman Pemalang terpaku pada
mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter. Sehingga perlu
adanya evaluasi karakter peserta didik melalui bimbingan dari guru BK dan
pihak-pihak terkait.
c. Pilar-Pilar
Pendidikan Karakter
William Kilpatrick menyebutkan salah
satu penyebab ketidakmampuan seseorang berlaku baik meskipun ia telah memiliki
pengetahuan tentang kebaikan itu (moral knowing) adalah karena ia tidak
terlatih untuk melakukan kebaikan (moral doing). Berangkat dari
pemikiran ini, kesuksesan pendidikan karakter sangat bergantung pada ada
tidaknya knowing, loving, dan doing atau acting dalam
penyelenggaraan pendidikan karakter. Moral Knowing sebagai aspek pertama
memiliki enam unsur, menurut Majid dan Andayani (2012:31) yaitu :
1)
Kesadaran moral (moral awareness);
2)
Pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing
moral values);
3)
Penentuan sudut pandang (perspective
taking)
4)
Logika moral (moral reasoning)
5) Keberanian mengambil menentukan sikap (decision
making)
6)
Pengenalan diri (self knowledge)
Keenam unsur tersebut merupakan
komponen-komponen yang harus diajarkan kepada semua orang untuk mengisi ranah
pengetahuan mereka. Di SMK PGRI 1 Taman Pemalang, peserta didiknya
telah diajarkan nilai-nilai moral, kesadaran moral yang tertuang dalam
pelajaran PKn, dalam hal ini pembentukan karakter perlu adanya bimbingan dari
guru BK agar peserta didik dapat menentukan sikap dan mengenal lebih dalam diri
sendiri.
d. Aspek-Aspek
Pembentukan Karakter
Pembentukan
karakter bangsa bisa dilakukan dengan pembiasaan nilai moral luhur kepada siswa
dan membiasakan mereka dengan kebiasaan yang sesuai dengan karakter kebangsaan.
Adapun aspek-aspek pembentukan karakter seperti: “religius, jujur, toleransi, disiplin,
kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat
kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komuniktif, cinta
damai, peduli lingkungan, peduli sosial dan tanggung jawab” (Asef, 2012:1-2).
Depdiknas
(2010:10) dimana terdapat indikator pembentukan karakter bangsa sebagai bahan
untuk menerapkan pembentukan karakter pada siswa:
1) Religius adalah sikap dan perilaku yang
patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain,
2) Jujur adalah perilaku yang didasarkan pada
upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam
perkataan, tindakan, dan pekerjaan,
3) Toleransi adalah sikap dan tindakan yang
menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang
lain yang berbeda dari dirinya,
4)
Disiplin adalah tindakan yang menunjukkan perilaku
tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan,
5)
Kerja keras adalah perilaku yang menunjukkan upaya
sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas dan
menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6)
Kreatif adalah berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan
cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7)
Mandiri adalah sikap dan prilaku yang tidak mudah
tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8)
Demokratis, adalah cara berpikir, bersikap, dan
bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain,
9)
Rasa ingin tahu, adalah sikap dan tindakan yang selalu
berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang
dipelajari, dilihat, dan didengar.
10) Semangat
kebangsaan, adalah cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan
kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11) Cinta
tanah air, adalah cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi,
dan politik bangsa,
12) Menghargai
prestasi, adalah sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan
sesuatu yang berguna bagi masyarakat, mengakui, dan menghormati keberhasilan
orang lain,
13) Bersahabat/komuniktif,
adalah tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja
sama dengan orang lain.
14) Cinta
damai, adalah sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa
senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15) Gemar
membaca, adalah kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang
memberikan kebajikan bagi dirinya.
16) Peduli
lingkungan, adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan
pada lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk
memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17) Peduli
sosial, adalah sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang
lain dan masyarakat yang membutuhkan,
18) Tanggung
jawab, adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan
kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat,
lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Mengingat
keterbatasan waktu dan wewenang penulis dalam penelitian ini, maka indikator
pembentukan karakter peserta didik kelas X SMK PGRI 1 Taman Pemalang dipusatkan
pada beberapa indikator dari Depdiknas yaitu: religius, kejujuran, toleransi,
disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, rasa ingin tahu, bersahabat, dan
tanggung jawab.
e. Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Pembentukan Karakter
Karakter
seseorang bersifat tidak permanen, dan dapat ditumbuhkembangkan dengan
latihan-latihan rutin yang dapat mendorong pertumbuhannya. Karakter ibarat
otot, dimana otot-otot karakter akan menjadi lembek apabila tidak pernah dilatih,
dan akan kuat dan kokoh kalau
sering dipakai. Seperti seorang binaragawan (body builder) yang terus
menerus berlatih untuk membentuk ototnya, otot-otot karakter juga akan
terbentuk dengan praktik-praktik latihan yang akhirnya akan menjadi kebiasaan
(habit).
Karakter
terbentuk melalui pembiasaan dan pendidikan yang memberikan model yang menarik
bagi anak. Jadi karakter tidak sekali terbentuk, lalu tidak akan berubah, tetapi
terbuka bagi semua bentuk pengembangan, perbaikan, dan penyempurnaan. Hal
inilah yang memberikan harapan akan perlunya pembentukan karakter untuk memberikan
pengaruh positif bagi perkembangan karakter anak.
Menurut
Elizabeth dalam Elmubarok (2008:101) perkembangan karakter dipengaruhi oleh
sekurang-kurangnya enam kondisi lingkungannya yaitu: “(1) hubungan pribadi yang
menyenangkan, (2) keadaan emosi, (3) metode pengasuhan anak, (4) peran dini
yang diberikan kepada anak, (5) struktur keluarga masa kanak-kanak, (6)
rangsangan lingkungan sekitarnya.”
Semua unsur
ini cenderung mempengaruhi perkembangan karakter anak, karena pada masa
anak-anak merupakan masa yang sangat rentan dengan berbagai pengaruh yang
diterimanya. Matta (2006:33)
menjelaskan, ”secara garis besar ada dua faktor yang mempengaruhi karakter
seseorang, yaitu faktor internal dan ekternal.” Faktor internal adalah semua
unsur kepribadian yang secara kontinyu mempengaruhi perilaku manusia, yang
meliputi instink biologis, kebutuhan psikologis, dan kebutuhan
pemikiran. Faktor ekternal adalah faktor yang bersumber dari luar manusia, akan
tetapi dapat mempengaruhi perilaku manusia, baik langsung maupun
tidak langsung. Hal-hal yang termasuk dalam faktor ekternal ini adalah
lingkungan keluarga, lingkungan sosial, dan lingkungan pendidikan.
Pembentukan
karakter peserta didik mengacu
kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors),
motivasi (motivations), dan keterampilan (skills) sangat
membutuhkan layanan bimbingan dan konseling yang berkelanjutan. Keberagaman
perilaku peserta didik di SMK , telah ditangani oleh konselor, namun terbatas
pada peserta didik yang berperilaku nakal (berkelahi), tidak jujur (menyontek),
sering membolos sekolah, dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul, Majid, dan Dian
Andayani. 2012. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Amti, Erman dan Prayitno. 2004. Layanan bimbingan dan konseling
kelompok. Padang:
Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Padang
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur
Penelitan Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rinneka Cipta.
Bimo Walgito. 2004. Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Yogyakarta
: Andi Jamhur.
Corey, Gerald. 2003. Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi. Terjemahan oleh E.
Koeswara. Jakarta: ERESCO.
. 2008. Theory And Practice of Counseling and Psychotherapy, Terj. E.
Koswara. Bandung:
Refika Aditama.
Dahlan Al-Barry, M. 2004. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya:
Arkola.
Dede Rahmat
Hidayat & Aip Badrujaman. 2012. Penelitian
Tindakan dalam Bimbingan Konseling. Jakarta: Indeks.
Depdiknas.
2011. Rambu-rambu Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jakarta : Dikdasmen
. 2010. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Elmubarok, Z. 2008. Membumikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.
Firmansyah, N., & Mahmudah. 2012. Pengaruh Karakteristik (Pendidikan, Pekerjaan), Pengetahuan dan Sikap
Ibu Menyusui Terhadap Pemberian Asi Eksklusif. Jurnal Biometrika dan Kependudukan. (Vol 1, No 1). Surabaya: Universitas
Airlangga.
Geral Corey. 2003., Teori dan Praktek
Konseling dan Psikoterapi Bandung: Refika.
Gunarsa, Singgih
D. 2008. Psikologi Perawatan. Jakarta:
Gunung Mulia.
Megantari, Ni Putu, Ni Nengah
Madri Antari, Nyoman Dantes. 2014. Penerapan
Konseling Bahavioral dengan Strategi Self Management untuk Meningkatakan Disiplin Belajar Siswa Kelas X Mia-4 SMA
Negeri 3 Singaraja. e-journal
Undiksa Jurusan Bimbingan Konseling Volume: 2 No 1, Tahun 2014
Nurihsan, Ahmad Juntika. 2009. Strategi Layanan Bimbingan dan
Konseling. Bandung:
Refika Aditama
Koeswara,
Deni. 2003. Pengelolaan Pendidikan. Bandung:
Jurusan Pengelolaan Pendidikan.
Jumhur, Moh. Surya. 2008. Bimbingan
dan Penyuluhan Di Sekolah, Bandung
: CV. Ilmu.
Latipun. 2006. Psikologi Eksperimen. Malang:
UMM Press
Musfiroh, Tadkiroatun.
2008. Cerdas Melalui Bermain. Jakarta:
Grasindo.
Prayitno. 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.
Prayitno dan Erman Amti.
2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.
Purwanto. 2007. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. Raho
Purnama, M. Agus, Santi. 2014. Efektifitas Konseling Behavioral dengan
Teknik Penguatan Intermiten untuk Meminimalisir Perilaku Introvert pada Siswa
Kelas VIII SMP Laboratorium Undiksha Singaraja Tahun Pelajaran 2013/2014.
Jurnal Bimbingan dan Konseling (Vol 2, No 1 (2014). Singaraja: Universitas Pendidikan
Ganesa.
Sarlito, Wirawan.
2006. Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Sarwono,
Sarlito Wirawan. 2006. Psikologi
Prasangka Orang Indonesia: Kumpulan Studi Empirik Prasangka dalam Berbagai
Aspek Kehidupan Orang Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sudrajat, Akhmad. 2011. Kurikulum
dan Pembelajaran dalam Paradigma Baru. Yogyakarta
: Paramita Production
. . 2010. Tentang
Pendidikan Karakter. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/
2010/08/20/pendidikan-karakter-di-smp/. [30 Oktober 2010].
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Taniredja,
Tukiran, dkk. 2010. Penelitian Tindakan
Kelas untuk Pengembangan Profesi Guru: Praktik, Praktik, dan Mudah.
Bandung: Alfabeta.
Walgito, Bimo. 2004. Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Yogyakarta: UGM.
Penulis siapa ya?
BalasHapus