Jumat, 23 September 2016

Pembentukan Karakter



a.   Pengertian Pembentukan Karakter
Pembentukan karakter dapat dimaknai oleh Depdiknas (2011:12) sebagai “usaha yang dilakukan oleh para personil sekolah, bahkan yang dilakukan bersama-sama dengan orang tua dan anggota masyarakat, untuk membantu anak-anak dan remaja agar menjadi atau memiliki sifat peduli, berpendirian, dan bertanggung jawab.” Pendapat ini menunjukkan bahwa pembentukan karakter adalah berkaitan dengan bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas,sifat, tabiat, tempramen, watak.
Pendapat senada dikemukakan oleh Musfiroh, (2008:13) bahwa pembentukan karakter adalah “suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.” Dalam pembentukan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen - komponen pendidikan itu sendiri yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan eksrakurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan danethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pembentukan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter. Inti pendapat ini bahwa pembentukan karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills).
Sudarajat (2010:2) menyatakan bahwa “pembentukan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak yang bertujuan untuk membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik.” Kedua pendapat ini menunjukkan bahwa pengertian karakter mengacu kepada serangkaian sikap.
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat ditegaskan bahwa pembentukan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Menurut Depdiknas (2011:12) bahwa membentuk karakter, merupakan ”proses yang berlangsung seumur hidup. Seorang siswa tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter jika ia tumbuh pada lingkungan yang berkarakter pula.” Ada tiga pihak yang mempunyai peran penting, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dalam pembentukan karakter, ada tiga hal yang berlangsung secara terintegrasi.
Pertama, seorang siswa mengerti baik dan buruk. Ia mengerti tindakan apa yang harus diambil serta mampu memberikan prioritas hal-hal yang baik. Kedua, ia mempunyai kecintaan terhadap kebajikan, dan membenci perbuatan buruk. Kecintaan ini merupakan obor atau semangat untuk berbuat kebajikan. Misalnya, seorang siswa tidak mau menyontek ketika ulangan tengah berlangsung. Karena menyontek adalah kebiasaan buruk, ia tidak mau melakukannya. Ketiga, siswa di dalam lingkungannya mampu melakukan kebajikan dan terbiasa melakukannya.
Karakter-karakter yang baik harusnya dapat dipelihara, menurut Depdiknas (2011:17) bahwa hal pertama yang dapat dilakukan untuk membentuk karakter seorang siswa adalah dirumah. Ketika usia mereka di bawah tujuh tahun adalah masa terpenting dalam menanamkan karakter pada anak. Dalam hal ini, orang tua (keluarga) perlu menanamkan karakter tersebut sehingga pembangunan watak, akhlak atau karakter bangsa (nation and character building) mulai tumbuh dan dapat berkembang dalam kesehariannya.
Dalam membangun karakter seorang siswa, pihak sekolah perlu memperhatikan aturan dan tata tertib yang berlaku disekolah. Di era globalisasi ini, banyak sekolah yang sudah jarang sekali menerapkan nilai-nilai luhur Pancasila sehingga hubungan antara guru dan siswa tidak begitu akrab. Begitu juga dengan banyaknya siswa yang acuh tak acuh dengan keberadaan guru, tidak menghormati guru, dan lain-lain. Oleh karena itu, pihak sekolah perlu memperhatikan pembinaan sikap dan karakter masing-masing siswa dengan cara membina dan meningkatkan intelektualisme dan profesionalisme. Selain itu, pihak sekolah juga dapat menerapkan nilai-nilai karakter pada siswa dengan membuat aturan dan tata tertib yang dapat menumbuhkan karakter-karakter baik, misalnya dengan membuat kantin kejujuran. Dalam hal ini, sekolah dapat menumbuhkan karakter kejujuran pada setiap siswa.
Pembentukan karakter sangat baik diterapkan, terutama bagi seorang siswa. Dengan adanya pembentukan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang siswa akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan seorang siswa dalam menyongsong masa depan, karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis. Selain itu, pembentukankarakter adalah kunci keberhasilan individu. Karakter tersebut diharapkan menjadi kepribadian utuh yang mencerminkan keselarasan dan keharmonisan dari olah hati (kejujuran dan rasa tanggung jawab), pikir (kecerdasan), raga (kesehatan dan kebersihan), serta rasa (kepedulian) dan karsa (keahlian dan kreativitas).
Sebernarnya pembentukan karakter bertujuan untuk membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdasarkan takut akan Tuhan. Menurut Depdiknas (2011:3) bahwa fungsi-fungsi pembentukan karakter, antara lain:
1)   Mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik.
2)   Memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur
3)   Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.

Pembentukan karakter di lakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa. Kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat dalam pembentukan karakter menunjukkan adanya penurunan drastis pada perilaku negatif siswa yang dapat menghambat keberhasilan akademik. Begitu juga halnya yang dikemukakan Sarwono Sarlito (2006:121) mengkompilasikan tentang pengaruh positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa:
Ada sederet faktor-faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi.

Pembentukan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi dan berbagaihal terkait lainnya.
Pembentukan karakter berpijak pada karakter dasar manusia yang bersumber dari nilai moral universal (sifatnya absolut) yang bersumber pada nilai-nilai agama yang dianggap sebagai the golden rule. Pembentukan karakter dapat memiliki tujuan pasti apabila berpijak pada nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikologi, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah cinta kepada Allah dan ciptaan-Nya (alam seisinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai dan cinta persatuan.

b.   Prinsip Pendidikan Karakter
 Karakter itu tidak dapat dikembangkan secara cepat dan segera (instant), tetapi harus melewati suatu proses yang panjang, cermat, dan sistematis. Menurut Character Education Quality Standars merekomendasikan sebelas prinsip untuk mewujudkan pendidikan karakter yang efektif, menurut Andayani dan Majid (2012:109) sebagai berikut:
1)      Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter.
2)      Mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup pemikiran, perasaan, dan perilaku.
3)      Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif, dan efektif untk membangun karakter.
4)      Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian.
5)      Memberi kesempatan kepada masyarakat untuk menunjukkan perilaku yang baik.
6)      Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menentang yang menghargai semua siswa, membangun karakter mereka dan membantu mereka untuk sukses.
7)      Memfungsikan seluruh masyarakat atau individu sebagai komunitas moral yang berbagi tanggungjawab untuk pendidikan karakter dan setia kepada nilai dasar yang sama.
8)      Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif pendidikan karakter.
9)      Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun karakter.
10)  Mengevaluasi karakter sekolah, masyarakat, serta perangkat desa karakter, dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan sehari-hari.

Terkait dengan penelitian ini, prinsip pendidikan karakter di SMK PGRI 1 Taman Pemalang terpaku pada mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter. Sehingga perlu adanya evaluasi karakter peserta didik melalui bimbingan dari guru BK dan pihak-pihak terkait.

 c. Pilar-Pilar Pendidikan Karakter
 William Kilpatrick menyebutkan salah satu penyebab ketidakmampuan seseorang berlaku baik meskipun ia telah memiliki pengetahuan tentang kebaikan itu (moral knowing) adalah karena ia tidak terlatih untuk melakukan kebaikan (moral doing). Berangkat dari pemikiran ini, kesuksesan pendidikan karakter sangat bergantung pada ada tidaknya knowing, loving, dan doing atau acting dalam penyelenggaraan pendidikan karakter. Moral Knowing sebagai aspek pertama memiliki enam unsur, menurut Majid dan Andayani (2012:31) yaitu :
1)      Kesadaran moral (moral awareness);
2)      Pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing moral values);
3)      Penentuan sudut pandang (perspective taking)
4)      Logika moral (moral reasoning)
5)      Keberanian mengambil menentukan sikap (decision making)
6)      Pengenalan diri (self knowledge)

 Keenam unsur tersebut merupakan komponen-komponen yang harus diajarkan kepada semua orang untuk mengisi ranah pengetahuan mereka. Di  SMK PGRI 1 Taman Pemalang, peserta didiknya telah diajarkan nilai-nilai moral, kesadaran moral yang tertuang dalam pelajaran PKn, dalam hal ini pembentukan karakter perlu adanya bimbingan dari guru BK agar peserta didik dapat menentukan sikap dan mengenal lebih dalam diri sendiri.

 d.  Aspek-Aspek Pembentukan Karakter
Pembentukan karakter bangsa bisa dilakukan dengan pembiasaan nilai moral luhur kepada siswa dan membiasakan mereka dengan kebiasaan yang sesuai dengan karakter kebangsaan. Adapun aspek-aspek pembentukan karakter seperti: “religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komuniktif, cinta damai, peduli lingkungan, peduli sosial dan tanggung jawab” (Asef, 2012:1-2).
Depdiknas (2010:10) dimana terdapat indikator pembentukan karakter bangsa sebagai bahan untuk menerapkan pembentukan karakter pada siswa:
1)      Religius adalah sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain,
2)      Jujur adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan,
3)      Toleransi adalah sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya,
4)      Disiplin adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan,
5)      Kerja keras adalah perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6)      Kreatif adalah berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7)      Mandiri adalah sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8)      Demokratis, adalah cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain,
9)      Rasa ingin tahu, adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar.
10)  Semangat kebangsaan, adalah cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11)  Cinta tanah air, adalah cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa,
12)  Menghargai prestasi, adalah sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, mengakui, dan menghormati keberhasilan orang lain,
13)  Bersahabat/komuniktif, adalah tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
14)  Cinta damai, adalah sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15)  Gemar membaca, adalah kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16)  Peduli lingkungan, adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17)  Peduli sosial, adalah sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan,
18)  Tanggung jawab, adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

Mengingat keterbatasan waktu dan wewenang penulis dalam penelitian ini, maka indikator pembentukan karakter peserta didik kelas X SMK PGRI 1 Taman Pemalang dipusatkan pada beberapa indikator dari Depdiknas yaitu: religius, kejujuran, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, rasa ingin tahu, bersahabat, dan tanggung jawab.
e.   Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Karakter
Karakter seseorang bersifat tidak permanen, dan dapat ditumbuhkembangkan dengan latihan-latihan rutin yang dapat mendorong pertumbuhannya. Karakter ibarat otot, dimana otot-otot karakter akan  menjadi lembek apabila tidak pernah dilatih, dan akan kuat dan kokoh        kalau sering dipakai. Seperti seorang binaragawan (body builder) yang terus menerus berlatih untuk membentuk ototnya, otot-otot karakter juga akan terbentuk dengan praktik-praktik latihan yang akhirnya akan menjadi kebiasaan (habit).
Karakter terbentuk melalui pembiasaan dan pendidikan yang memberikan model yang menarik bagi anak. Jadi karakter tidak sekali terbentuk, lalu tidak akan berubah, tetapi terbuka bagi semua bentuk pengembangan, perbaikan, dan penyempurnaan. Hal inilah yang memberikan harapan akan perlunya pembentukan karakter untuk memberikan pengaruh positif bagi perkembangan karakter anak.
Menurut Elizabeth dalam Elmubarok (2008:101) perkembangan karakter dipengaruhi oleh sekurang-kurangnya enam kondisi lingkungannya yaitu: “(1) hubungan pribadi yang menyenangkan, (2) keadaan emosi, (3) metode pengasuhan anak, (4) peran dini yang diberikan kepada anak, (5) struktur keluarga masa kanak-kanak, (6) rangsangan lingkungan sekitarnya.”
Semua unsur ini cenderung mempengaruhi perkembangan karakter anak, karena pada masa anak-anak merupakan masa yang sangat rentan dengan berbagai pengaruh yang diterimanya. Matta (2006:33) menjelaskan, ”secara garis besar ada dua faktor yang mempengaruhi karakter seseorang, yaitu faktor internal dan ekternal.” Faktor internal adalah semua unsur kepribadian yang secara kontinyu mempengaruhi perilaku manusia, yang meliputi instink biologis, kebutuhan psikologis, dan kebutuhan pemikiran. Faktor ekternal adalah faktor yang bersumber dari luar manusia, akan tetapi dapat mempengaruhi perilaku manusia, baik langsung maupun tidak langsung. Hal-hal yang termasuk dalam faktor ekternal ini adalah lingkungan keluarga, lingkungan sosial, dan lingkungan pendidikan. 
 Pembentukan karakter peserta didik mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills) sangat membutuhkan layanan bimbingan dan konseling yang berkelanjutan. Keberagaman perilaku peserta didik di SMK , telah ditangani oleh konselor, namun terbatas pada peserta didik yang berperilaku nakal (berkelahi), tidak jujur (menyontek), sering membolos sekolah, dan sebagainya. 

DAFTAR PUSTAKA

Abdul, Majid, dan Dian Andayani. 2012. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
 Amti, Erman dan Prayitno. 2004. Layanan bimbingan dan konseling kelompok. Padang: Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang
 Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitan Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rinneka Cipta.
 Bimo Walgito. 2004. Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Yogyakarta : Andi Jamhur.
 Corey, Gerald. 2003. Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi. Terjemahan oleh E. Koeswara. Jakarta: ERESCO.
             . 2008. Theory And Practice of Counseling and Psychotherapy, Terj. E. Koswara. Bandung: Refika Aditama.
 Dahlan Al-Barry, M. 2004. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola.
 Dede Rahmat Hidayat & Aip Badrujaman. 2012. Penelitian Tindakan dalam Bimbingan Konseling. Jakarta: Indeks.
 Depdiknas. 2011. Rambu-rambu Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jakarta : Dikdasmen
             . 2010. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
 Elmubarok, Z. 2008. Membumikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.
 Firmansyah, N., & Mahmudah. 2012. Pengaruh Karakteristik (Pendidikan, Pekerjaan), Pengetahuan dan Sikap Ibu Menyusui Terhadap Pemberian Asi Eksklusif. Jurnal Biometrika dan Kependudukan. (Vol 1, No 1). Surabaya: Universitas Airlangga.
 Geral Corey. 2003., Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi Bandung: Refika.
 Gunarsa, Singgih D. 2008. Psikologi Perawatan. Jakarta: Gunung Mulia.
 Megantari, Ni Putu, Ni Nengah Madri Antari, Nyoman Dantes. 2014. Penerapan Konseling Bahavioral dengan Strategi Self Management untuk Meningkatakan Disiplin Belajar Siswa Kelas X Mia-4 SMA Negeri 3 Singaraja. e-journal Undiksa Jurusan Bimbingan Konseling Volume: 2 No 1, Tahun 2014
Nurihsan, Ahmad Juntika. 2009. Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Refika Aditama
 Koeswara, Deni. 2003. Pengelolaan Pendidikan. Bandung: Jurusan Pengelolaan Pendidikan.
 Jumhur,  Moh. Surya. 2008. Bimbingan dan Penyuluhan Di Sekolah, Bandung : CV. Ilmu.
 Latipun. 2006. Psikologi Eksperimen. Malang: UMM Press
 Musfiroh, Tadkiroatun. 2008. Cerdas Melalui Bermain. Jakarta: Grasindo.
 Prayitno. 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.
 Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.
 Purwanto. 2007. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Raho
 Purnama, M. Agus, Santi. 2014. Efektifitas Konseling Behavioral dengan Teknik Penguatan Intermiten untuk Meminimalisir Perilaku Introvert pada Siswa Kelas VIII SMP Laboratorium Undiksha Singaraja Tahun Pelajaran 2013/2014. Jurnal Bimbingan dan Konseling (Vol 2, No 1 (2014). Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesa.
 Sarlito, Wirawan. 2006. Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
 Sarwono, Sarlito Wirawan. 2006. Psikologi Prasangka Orang Indonesia: Kumpulan Studi Empirik Prasangka dalam Berbagai Aspek Kehidupan Orang Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
 Sudrajat, Akhmad. 2011. Kurikulum dan Pembelajaran dalam Paradigma Baru. Yogyakarta : Paramita Production
 .           . 2010. Tentang Pendidikan Karakter. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/ 2010/08/20/pendidikan-karakter-di-smp/. [30 Oktober 2010].
 Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.
 Taniredja, Tukiran, dkk. 2010. Penelitian Tindakan Kelas untuk Pengembangan Profesi Guru: Praktik, Praktik, dan Mudah. Bandung: Alfabeta.
 Walgito, Bimo. 2004. Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Yogyakarta: UGM.

1 komentar: